Short trip ini sebenarnya sudah terjadi lama sekali, sekitar setahun yang lalu tepatnya pada tanggal 20-24 Juli 2015. Baru gw post sekarang karena ya baru inget aja, baru nemu passion nulis lagi, udah nggak sok sibuk lagi dan mau memprioritaskan waktu ke hobi yang sempat terlupakan ini.
Gw berangkat bertiga sama sahabat yang biasa gw panggil conk, jon, babe, cuy, oitt tapi punya nama asli diberikan orang tuanya yaitu Putri. Teman perjalanan satu lagi namanya kokoh Harris, teman kantornya Putri, lelaki yang baru gw kenal di perjalanan ini, tapi sifatnya baik banget dan bisa dikategorikan gentlemen. Orangnya ringan tangan banget alias mau bawain koper-koper kita :p .
Pilihan lokasi saat itu jatuh ke kota Surabaya, dimana kita banyak bermukim di kota Malang dan akan melanjutkan perjalanan ke Gunung Bromo dan Gunung Ijen yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso. Gw juga lupa kenapa waktu itu Jawa Timur menjadi pilihan kita, mungkin karena kota Malang terkenal dengan wisata kulinernya dan juga gw sama putri pengen banget ke Gunung Ijen untuk melihat blue fire yang cuma ada dua di dunia. Satunya di Kawah Ijen dan satu lagi berada di Islandia. Alasan lainnya naik ke gunung Ijen kan tidak seperti naik gunung beneran dengan segudang peralatan, tas carrier yang beratnya berkilo-kilo. Tetapi ke gunung Ijen lebih seperti treking dan buat ukuran gw ini sudah lumayan berat pendakiannya ditambah gak terlalu bersahabat dengan cuaca dingin. Namun sebaiknya kita tetap melakukan persiapan yang matang saat treking di Gunung Ijen, seperti membawa senter, masker pernapasan (biasanya disediakan oleh guide), menggunakan sepatu/sandal gunung, jas hujan, tenda serta perbekalan. Karena cuaca di sana yang gampang sekali berubah dan lebih baik antisipasi daripada sudah terlanjur terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Saat itu sempat timbul kekhawatiran perjalanan ini terpaksa dibatalkan karena sedang ada erupsi dari Gunung Raung, yang menyebabkan sebagian bandara ditutup. Tetapi karena kami orang-orang yang beruntung, tepat pada saat keberangkatan bandara dibuka kembali. Perjalanan ini tidak direncanakan dalam waktu yang cukup lama, hanya beberapa minggu sebelum hari H, tepat pada saat libur lebaran. Karena kami bertiga makhluk galau dengan masalahnya masing-masing yang saat itu sangat butuh liburan. Kalau gw menemakan perjalanan ini sebagai piknik Patah Hati, baru aja sutup dari hubungan sekitar 1,5 tahunan (tetep ya curpil-curhat nyempil :p ).
Saat itu sempat timbul kekhawatiran perjalanan ini terpaksa dibatalkan karena sedang ada erupsi dari Gunung Raung, yang menyebabkan sebagian bandara ditutup. Tetapi karena kami orang-orang yang beruntung, tepat pada saat keberangkatan bandara dibuka kembali. Perjalanan ini tidak direncanakan dalam waktu yang cukup lama, hanya beberapa minggu sebelum hari H, tepat pada saat libur lebaran. Karena kami bertiga makhluk galau dengan masalahnya masing-masing yang saat itu sangat butuh liburan. Kalau gw menemakan perjalanan ini sebagai piknik Patah Hati, baru aja sutup dari hubungan sekitar 1,5 tahunan (tetep ya curpil-curhat nyempil :p ).
Di perjalanan ini kami menggunakan travel dari Nusantara Trip dengan sistem private trip
Bromo midnight + Ijen blue fire 2D+1N, dengan harga Rp 1.370.000 per orang. Kami menginginkan private trip supaya tidak bercampur dengan rombongan/orang lain, agar perjalanannya lebih menyenangkan dan merasa puas karena tidak harus terlalu terpaku dengan jadwal. Kalau tidak salah saat itu juga peminat ke Gunung Ijen melalui Nusantara Trip sedang tidak banyak, mungkin karena pengaruh lokasi Ijen yang sangat dekat dengan Raung.
Hari pertama, 20 Juli, gw dan Putri berangkat pagi-pagi buta dari Terminal Lebak Bulus ke bandara Soekarno Hatta menggunakan Damri karena gak dapet Uber dan malas naik taxi. Lagian sebelum Subuh jalanan dipastikan belum macet dan lumayan menghemat kalau naik Damri. Tidak sampai 30 menit kami sudah tiba di Cengkareng dan langsung ke Terminal 3 karena menggunakan pesawat Air Asia. Gw lupa jam berapa kami tiba di bandara Juanda, kami lalu duduk-duduk di sana sambil menunggu Harris karena penerbangan kami beda beberapa jam. Setelah beberapa lama gw baru tau kalau juanda memiliki dua terminal dan tidak tau Harris akan mendarat di Terminal berapa. Barulah kami kalang kabut, yang sejak tadi hanya santai-santai saja sambil foto-foto. Setelah bertanya ke beberapa orang, akhirnya kami menaiki bus antar terminal untuk menjemput Harris dan tidak lama kemudian batang hidung Harris muncul. Saat itu jujur saja saya menahan ketawa sewaktu pertama bertemu Harris karena dia memiliki wajah yang lucu dan sedikit awkward kaya baru mau first date. hehe.
Kemudian kami mencari travel untuk ke kota Malang, menggunakan mobil avanza bersama tiga penumpang tidak dikenal lainnya, dengan biaya sekitar Rp 100.000. Gw lagi-lagi lupa berapa lama tepatnya waktu tempuh perjalanan saat itu dari Surabaya ke Malang, kurang lebih 2-3 jam. Rombongan kami yang paling terakhir di antar ke lokasi tujuan, yaitu di Hotel Santosa, hotel murah meriah yang penting bisa untuk tidur, taruh barang dan sekamar bertiga (pengiritan banget) dan sudah pasti kokoh Harris yang baik hati ini selalu kebagian tidur di extra bed.
Setelah beristirahat sejenak dan bersih-bersih kami langsung mencari makan siang yang sudah terlambat di sekitar hotel. Pilihan jatuh ke rumah makan Rawon Nguling karena Putri yang sejak kami masih di Jakarta sudah ribut ingin makan rawon. Gw sih udah pasti gak akan mau makan ini, paling cuma icip dikit kuahnya. Karena gw termasuk orang yang susah dan terlalu memilih dalam makanan. Akirnya mereka semua makan rawon dan gw cuma makan nasi sama telor rebus saja. "Untung ya makan sama Aida, irit, kita yang mahal dia yang murah, haha." Harris nyeletuk setelah kami memesan makanan. Pada saat itu kami memakai sistem mengumpulkan uang untuk keperluan sehari-hari (makan, transport dll) ke Putri lalu pengeluarannya diatur oleh ibu bendahara tercinta.
Setelah makan kami langsung berangkat ke kota Batu untuk mengunjungi lokasi yang diusulkan oleh Harris yaitu Batu Night Spectacular (BNS). Dari malang kami menggunakan angkutan umum kecil ke Batu, kurang lebih satu jam perjalanan. Di dalamnya terdapat area-area permainan yang semuanya tidak ada yang ingin kami mainkan, dan juga ada taman Lampion yang cukup indah. Dengan HTM yang tidak terlalu mahal kami cukup puas dengan lokasi pertama ini. Sekitar jam 20.00 kami memutuskan untuk kembali ke hotel, lalu kami baru tau ternyata kalau sudah malam tidak ada angkutan umum lagi dan terpaksa kami menaiki semacam taxi tidak resmi.
Sesampainya di hotel kami langsung bersih-bersih lalu istirahat untuk perjalan esok pagi ke Jatim Park 2. Pagi harinya tanggal 21 Juli, sebelum berangkat kami memutuskan untuk sarapan di restoran mie ayam yang sudah dilewati kemarin malam. Sebenernya gw udah ragu buat makan di sana karena melihah paras pemiliknya dan rata-rata pengunjung di sana berbeda etnis (bukan bermaksud rasis ya). Benar saja setelah kami duduk dan melihat menu banyak sekali makanan yang menggunakan babi, bisa dibilang di Malang banyak restoran yang makanannya menggunakan babi. Bukan hanya ini sekedar tidak halal saja untuk gw pribadi, tetapi lebih ke gw yang picky soal makanan, juga jadi merinding waktu bayangin sewaktu hewan ini hidup. Gw termasuk orang yang gak terlalu suka daging-dagingan seperti steak, kecuali daging yang sudah diolah menjadi burger dan hanya bisa makan ayam (dada) juga ikan. Jangan paksa gw makan bebek, itik, burung atau hewan lainnya, gw gak akan suka dan gak akan tega. Kembali ke restoran mie ayam, pelayan menjelaskan kalau peralatan masak dan makan sudah dipisah, dan karena sudah dipesan dan lapar terpaksa gw makan, tetapi hanya bertahan satu suap saja karena sudah geli duluan dan sisanya dihabiskan sama sahabat gw yang pemakan segala. haha. Si kokoh anteng2 saja di restoran ini karena tidak ada masalah buat dia dan dia malah kasihan liat gw gak bisa makan.
Lalu untuk perjalanan ke Jatim Park 2 kami melalui rute dan angkutan yang sama seperti ke BNS dan sudah bertekad pulang sebelum sore agar tidak perlu naik taxi lagi. Jatim Park 2 ini sangat menarik, kami di sana ke Batu Secret Zoo terlebih dahulu. Kebun binatang-nya sangat luas dan banyak macam-macam hewan yang bisa dilihat. Kami menghabiskan terlalu banyak waktu di sini hingga saat kami ke Museum Satwa kami terburu-buru dan hanya sambil lewat saja.
Sebelum maghrib, kami sudah tiba di Malang dan beristirahat serta shalat dulu di Masjid Jami' dekat alun-alun kota Malang. Gw dan Putri setelah shalat rasanya pengen langsung tidur-tiduran saja di dalam masjid tapi gak tega sama kokoh yang nunggu di pinggir jalan. Karena belum terlalu lapar dan belum jam makan malam, kami memutuskan untuk makan ice cream di Toko Oen. Dengar-dengar restoran ini terkenal dengan ice cream-nya yang lezat dan bervariasi, sebagai pecinta ice cream gw bersemangat ke sini. Tetapi harus kecewa lagi karena banyak yang kosong pilihannya, mungkin karena masih dalam rangka libur lebaran jadi masih belum beroperasi maksimal. Saat itu saya juga ingin pesan makanan berat, tetapi tidak jadi karena di menunya ada makanan yang menggunakan makhluk lucu itu lagi.
Setelahnya kami masih ingin makan bakso, lebih tepatnya Putri dan Harris karena gw bukan pecinta bakso jadi hanya bisa manut-manut saja. Kami menggunakan becak mencari bakso President yang terkenal di Malang, sambil memutari kota dan menikmati angin malam yang cukup sejuk. Restorannya terletak persis di samping rel kereta api yang gw gak tau ini masih aktif atau tidak. Antrian untuk memesan bakso pun panjang sekali, jadi kita yang cewe-cewe nyari tempat duduk dan kokoh yang mengantri makanan sampai kurang lebih satu jam. Sekembalinya mengantri, dia ternyata hanya membeli tiga tusuk bakso bakar dan ternyata rasanya tidak enak (menurut kami) kenyal-kenyal seperti hanya kebanyakan tepung, tidak tahu kalau rasa bakso yang lainnya. Untung perut kami sudah bisa diajak kompromi karena selagi perjalanan mencari bakso President kami mampir ke Bakso Kota Cak Man yang juga ada cabangnya di Jakarta.
Dengan masih menggunakan becak yang sama kami kembali ke Alun-alun kota malang, berfoto-foto sebentar dan kembali ke Hotel dengan berjalan kaki untuk mempersiapkan perjalanan ke Bromo. Kami dijemput oleh travel pada tengah malam, sebelum ke Jatim Park 2 kami sudah check out hotel dan menitipkan koper di Lobby. Lalu kami ganti baju di toilet hotel dan menunggu jemputan dengan gaya tidak jelas di sofa hotel dan sudah sangat ngantuk sekali. Sekitar jam 01.00 datang jemputannya, gw lupa nama drivernya, masih anak muda dan cukup ramah. Langsung dimulai perjalanan ke Bromo dan kami bertiga sukses langsung tepar di mobil.
Sekitar jam 04.00, 22 Juli, kami tiba di kawasan Bromo, begitu turun mobil gw langsung kedinginan banget dan menggigil. Lalu memutuskan ke toilet untuk menggunakan celana training dirangkap, untuk badan bagian atas lumayan hangat karena sudah menggunakan mantel wind breaker, tetapi dari paha ke bawah uuuh kaya gak pake apa-apa. Sambil menunggu jeep untuk ke Gunung Bromo kami nongkrong di warung indomie, memesan indomie rebus dan teh panas dengan harapan bisa menghangatkan tubuh. Tidak lama kami dipanggil guide dan langsung menaiki jeep untuk perjalanan ke lokasi untuk melihat matahari terbit. Untuk melihat sun rise kami harus berjalan kaki di medan yang cukup menanjak, karena efek jompo gw sm putri memutuskan untuk naik Ojek. Gak tahan sama godaan dari abang-abang ojek yang pada nawarin naik motor mereka. Lalu kami melanjutkan berjalan kaki lagi menaiki tangga ke sunrise spot. Satu kata begitu sampe sana, RAME BANGET. Sampai mencari tempat duduk saja susah, apalagi pas matahari mulai muncul orang-orang mulai berdiri dan rebutan mau melihat di baris paling depan.
Setelah matahari tidak malu-malu lagi dan menampakkan keindahannya dengan utuh, kami kembali ke Jeep dan melanjutkan perjalanan ke Pasir Berbisik, bukit teletubbies dan ke Gunung Bromo. Pasir berbisik merupakan salah satu keindahan alam, ternyata di Indonesia ada padang pasir. Udara nya masih cukup dingin walaupun mataharinya cukup menyengat. Tidak terlalu lama di sana, hanya foto-foto dan melihat-lihat keindahan pasir berbisik. Lanjut ke bukit teletubbies dengan agenda yang sama. Dinamakan seperti ini karena ternyata bukitnya mirip dengan yang di film kartun teletubbies itu. Kembali menaiki jeep dan melanjutkan perjalanan ke Gunung Bromo. Turun dari jeep, gw melihat keindahan gunung tersebut dari kejauhan dan sudah disediakan tangga menuju puncak gunung untuk melihat kawah di atasnya. Di sana juga banyak godaan dari abang-abang penunggang kuda untuk menempuh perjalanan dari kami turun jeep menuju ke kaki tangga. Perjalanannya memang tidak dekat, banyak debu dari pasir dan cukup menanjak trek-nya, tetapi saya tidak tergoda di sini dan masih ingin menggunakan kaki sendiri. Pekerjaan beratnya adalah saat menaiki tangga-tangga menuju puncak gunung. Emang dasar gw aja yang lemah, saat itu rasanya kaki mau copot dan lutut tersasa 3x lipat lebih berat. Di setiap tempat peristirahatan di anak tangga gw sukses selalu ngasoh dulu, untung Harris sabar nungguin nenek-nenek ini melepas lelah. Rasanya malu sama anak kecil yang bisa lari-lari naik turun di tangga tersebut. Sesampainya di atas rasa lelah hilang karena melihat kawah yang indah, jadi tambah gak sabar liat kawah Ijen. Saat turun gw sudah bertekad harus menggunakan kuda menuju jeep, padahal belum tau berani atau tidak naik kuda. Ternyata naik kuda cukup menyeramkan juga tetapi lebih seram jika harus berjalan kaki lagi.
Setelah sampai di lokasi mobil travel menunggu, kira-kira pukul 10.00, kami langsung mengambil baju di koper lalu mandi di toilet umum yang sudah disediakan dan sarapan sekaligus makan siang di rumah penduduk dekat situ. Rasa masakannya cukup enak (apa karena laper berat ya) apalagi ditambah sambal khas bromo yang pedas dan enak. Setelah stamina kembali terkumpul kami melanjutkan perjalanan menuju Bondowoso, kami langsung sukses terlelap di mobil dan memercayakan sang driver melalui medan yang cukup berkelok-kelok.
Sekitar pukul 16.00 kami sampai di Bondowoso dan menginap di hotel yang lebih bagus, lupa namanya-sudah bagian dari akomodasi travel, tetap sekamar bertiga dan Harris masih setia dengan extra bed-nya. Setelah menaruh barang kami jalan-jalan keluar di sekitar hotel mencari makan malam dan kembali ke hotel, mandi, istirahat, mengumpulan tenaga untuk dini hari memulai treking di Gunung Ijen.
Tanggal 23 Juli, tepat pukul 00.00 kami check-out hotel, berangkat dan diberikan bekal sarapan oleh pihak hotel. Sekitar jam 01.00 kami tiba di kawasan Gunung Ijen, lebih dingin lagi dari Bromo, gw sampe gak mau turun mobil, gak mau ikut treking, cemen lah pokoknya. Sambil menunggu guide kami nongkrong lagi di warung favorit kala itu, warung indomie. Mencari yang hangat-hangat dari makanan atau minuman karena saat itu gak ada makhkuk hidup yang bisa menghangatkan. hehe. Tidak lama sang guide muncul dan memeriksa sepatu kami yang semuanya tidak ada yang memenuhi syarat, Putri pakai sepatu lari, Harris dan gw menggunakan sepatu buat jalan-jalan biasa. Bukannya tidak tahu harus pakai sepatu/sandal gunung, tetapi memang kami tidak punya dan gak usaha mau beli atau pinjam.
Perjalanan pun dimulai sekitar pukul 01.30, tidak tahu saat itu suhunya berapa derajat celcius tetapi terkadang suhu di sana bisa mencapai -1 atau -2. Waktu perjalanan kami dimulai cukup tepat, dengan rencana trekking paling cepat 2 jam dan paling lama 4 jam. Gunung Ijen ini merupakan sebuah gunung berapi aktif yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso. Kami memulai perjalanan dari pos Paltuding yang juga merupakan pos PHPA (Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam). Gunung Ijen memiliki ketinggian 2.443 mdpl dan bertetanggaan dengan Gunung Merapi. Sepanjang pendakian karena hari masih gelap kami tidak bisa melihat pemandangan apapun, yang terlihat hanya terang bulan dan bintang bertaburan. Saat perjalanan turun barulah terlihat keindahan alam dari gunung-gunung sekitar dan puncak Raung yang sedang erupsi.
Sepanjang pendakian gw gak bisa mengatur napas, sebagai pemula dan jarang olahraga ini terasa cukup berat. Dari Paltuding berjalan kaki dengan jarak sekitar 3 km, lintasan untuk 1.5 km pertama jalurnya cukup menanjak dengan kemiringan 25-35 derajat. Ditambah dengan struktur tanah yang berpasir sehingga mengakibatkan langkah kaki yang semakin berat karena harus menahan beban dari berat badan supaya tidak terjatuh. Saat itu cuaca juga gerimis kecil dan mengakibatkan suhu yang semakin dingin, untungnya gerimis ini tidak berlangsung terlalu lama.
Kami melakukan perjalanan dengan santai, tidak perlu terburu-buru karena gunung dan kawah-nya tidak akan kemana-mana. Bila kita memulai perjalanan dengan waktu yang tepat semuanya bisa berjalan sesuai rencana. Saat memulai pendakian ada kejadian yang cukup bikin merinding, yaitu terlihat tim SAR membopong korban pendakian yang kelelahan dan pingsan, saat itu guide menjelaskan jika kita turun dengan dibopong seperti itu boleh saja tetapi biaya nya mahal sekali.
Pas sekali sebelum matahari terbit kami sudah sampai di puncak gunung, dan sudah bisa melihat blue fire dari kejauhan. Saat itu nyala api nya terlihat cukup besar. Fenomena alam blue fire ini hanya bisa terlihat di lokasi yang memiliki cuaca yang sangat dingin dan terdapat kawah yang bersifat asam di sekelilingnya. Disebut sebagai Kawah Ijen yang memiliki dinding kaldera setinggi 300-500 m, luasnya mencapai 5.466 hektar dan ukuran kawahnya sekitar 20 km dengan kedalaman 300 m dari bawah dinding kaldera. Tetapi jangan mencoba-coba bermain mendekati kawah, karena jika kita tercebur ke dalam kawah tersebut bukan hanya pakaian yang akan meleleh tetapi juga pengguna pakaian tersebut bisa matang seketika.
Kawah ini merupakan kawah gunung yang digunakan untuk tempat penambangan belerang terbesar di Indonesia. Pengolahannya juga masih menggunakan cara yang sangat tradisional, begitu juga dengan proses distribusi-nya diangkut dengan tenaga manusia. Kawah Ijen memiliki sublimat belerang yang tidak akan pernah habis, karena ini merupakan proses alami yang keluar dengan sendirinya secara terus menerus. Sublimat belerang ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan industri kimia. Penambang juga menjual belerang yang sudah diolah menjadi prakarya yang cantik, dilelehkan dan dicetak ke berbagai macam bentuk misalnya bentuk hewan kelinci, kucing, kura-kura dan sebagainya, bagus untuk pajangan di rumah dan kenang-kenangan. Menurut saya ini dijual dengan harga murah sekali, tidak sebanding dengan tenaga yang mereka keluarkan untuk mengangkut dari kawah dan proses pembuatannya. Tega kalau ada yang gak beli atau masih aja tawar menawar harga.
Untuk ke kawasan kawah dan melihat blue fire dari dekat kami harus melalui jalur menurun yang sangat terjal. Sebenarnya ada peraturan tertulis agar turis tidak turun ke kawah dan dengan alibi taat peraturan gw memutuskan untuk tidak turun. Hanya Harris dan Putri yang turun, dipikir-pikir untung gw gak turun karena kasian juga guide nya kalau harus mengurus dua orang nenek-nenek di perjalanan yang cukup memakan resiko itu. Gw menunggu di atas sendirian bersama orang-orang asing, menghangatkan diri dekat api unggun, sambil terkantuk-kantuk tetapi tidak boleh tidur. Tidak sabar menantikan kedatangan sang Matahari yang diharapkan bisa menghangatkan suasana. Saat matahari terbit pemandangan terlihat indah sekali dari atas, langit yang berwarna jingga dan lama kelamaan menjadi biru cerah, hamparan gunung, pepohonan dan bukit-bukit memanjakan mata kami.
Sudah cukup terang tetapi rombongan saya belum kembali, lumayan tidak sabar waktu itu menunggunya, takut Putri gak kuat nanjak atau alasan lain yang cukup mengkhwatirkan. Akhirnya saya berhasil melihat mereka yang jalan sambil tergopoh-gopoh, terutama Putri yang wajahnya udah hampir seperti orang mau pingsan. Setelah foto bersama di atas puncak kami melanjutkan perjalan turun ke pos paltidung. Perjalanan pulang lebih menyenangkan karena banyak pemandangan indah juga ada banyak bunga termasuk edelweis. Ternyata sepanjang perjalanan pendakian tadi kami dikelilingi oleh jurang, yang kalau jatuh kemungkinan selamat-nya kecil sekali. Untung kami memiliki guide yang profesional juga sabar.
Sekitar pukul 09.00 kami sampai Pos Paltidung dan langsung menuju mobil, membuka celana panjang lapisan pertama yang sangat kotor, membuka jaket, bersih-bersih menggunakan tisu basah dan sarapan. Lalu ngobrol sebentar dengan guide dan mengucapkan perpisahan dan berterimakasih untuk kebaikan dan kesabarannya selama beberapa jam terakhir. Perjalanan pulang di mobil kami gunakan untuk beristirahat, mobil travel hanya bisa mengantar sampai Malang tetapi malam itu juga kami sudah harus sampai Surabaya. Segala bujuk rayuan sudah kami keluarkan agar driver mau mengantar sampai Surabaya tapi gagal maning. Akhirnya kami diturunkan di kota sebelum Malang yang saya lupa namanya, dari situ perjalanan ke Surabaya lebih dekat menggunakan bus, kurang lebih satu jam sudah sampai di Surabaya.
Di Surabaya kami menginap semalam di Pop Hotel Stasiun Kota yang sudah kami booking saat masih di Jakarta. Sekamar bertiga lagi dan Harris masih setia untuk tidur di sofa kali ini. Saat kami tiba hari sudah malam, dari turun bus kami menyambung dengan taxi ke hotel, lalu check-in menaruh barang dan langsung keluar mencari makan malam. Cukup sulit saat itu mencari makan malam, kami tidak menemukan restoran atau warteg, hanya ada cafe yang tidak bisa kompromi dengan isi dompet kami kala itu. Akhirnya kami melihat ada abang nasi goreng di gerobakan dan langsung tancap gas memesan tiga porsi. Kami memikirkan bagaimana saat itu mau membeli oleh-oleh karena sudah tidak ada toko yang buka, akhirnya diputuskan besok pagi saja sekalian perjalanan menuju ke Bandara Juanda.
Pagi hari-nya, 24 Juli dan juga hari terakhir dari perjalanan kami diawali dengan sarapan di hotel, turun dengan sudah membawa koper-koper yang sudah dipacking dari tadi malam agar tidak perlu terburu-buru pada pagi hari. Sarapannya ya masuk kategori lumayan, tidak terlalu enak dan tidak terlalu buruk, mungkin sesuai dengan bintang hotel tersebut. Lalu kami check-out dan memesan taxi, sayang sekali sebenarnya tidak bisa explore Surabaya karena keterbatasan waktu. Di perjalanan ke bandara kami mampir ke toko oleh-oleh seperti yang sudah direncanakan di malam sebelumnya dan ternyata juga memakan waktu lebih dari satu jam. Akhirnya kami tiba di bandara tepat waktu dan menunggu di boarding room. Di perjalanan pulang kami menaiki pesawat yang sama dan sampai di Cengkareng tepat waktu dan berpisah pulang ke arah tujuan masing-masing.
Terima kasih kawan untuk petualangan dan perjalanan yang menyenangkan ini.
Jadi,, kapan kita jalan-jalan lagi?
Setelah matahari tidak malu-malu lagi dan menampakkan keindahannya dengan utuh, kami kembali ke Jeep dan melanjutkan perjalanan ke Pasir Berbisik, bukit teletubbies dan ke Gunung Bromo. Pasir berbisik merupakan salah satu keindahan alam, ternyata di Indonesia ada padang pasir. Udara nya masih cukup dingin walaupun mataharinya cukup menyengat. Tidak terlalu lama di sana, hanya foto-foto dan melihat-lihat keindahan pasir berbisik. Lanjut ke bukit teletubbies dengan agenda yang sama. Dinamakan seperti ini karena ternyata bukitnya mirip dengan yang di film kartun teletubbies itu. Kembali menaiki jeep dan melanjutkan perjalanan ke Gunung Bromo. Turun dari jeep, gw melihat keindahan gunung tersebut dari kejauhan dan sudah disediakan tangga menuju puncak gunung untuk melihat kawah di atasnya. Di sana juga banyak godaan dari abang-abang penunggang kuda untuk menempuh perjalanan dari kami turun jeep menuju ke kaki tangga. Perjalanannya memang tidak dekat, banyak debu dari pasir dan cukup menanjak trek-nya, tetapi saya tidak tergoda di sini dan masih ingin menggunakan kaki sendiri. Pekerjaan beratnya adalah saat menaiki tangga-tangga menuju puncak gunung. Emang dasar gw aja yang lemah, saat itu rasanya kaki mau copot dan lutut tersasa 3x lipat lebih berat. Di setiap tempat peristirahatan di anak tangga gw sukses selalu ngasoh dulu, untung Harris sabar nungguin nenek-nenek ini melepas lelah. Rasanya malu sama anak kecil yang bisa lari-lari naik turun di tangga tersebut. Sesampainya di atas rasa lelah hilang karena melihat kawah yang indah, jadi tambah gak sabar liat kawah Ijen. Saat turun gw sudah bertekad harus menggunakan kuda menuju jeep, padahal belum tau berani atau tidak naik kuda. Ternyata naik kuda cukup menyeramkan juga tetapi lebih seram jika harus berjalan kaki lagi.
Sekitar pukul 16.00 kami sampai di Bondowoso dan menginap di hotel yang lebih bagus, lupa namanya-sudah bagian dari akomodasi travel, tetap sekamar bertiga dan Harris masih setia dengan extra bed-nya. Setelah menaruh barang kami jalan-jalan keluar di sekitar hotel mencari makan malam dan kembali ke hotel, mandi, istirahat, mengumpulan tenaga untuk dini hari memulai treking di Gunung Ijen.
Tanggal 23 Juli, tepat pukul 00.00 kami check-out hotel, berangkat dan diberikan bekal sarapan oleh pihak hotel. Sekitar jam 01.00 kami tiba di kawasan Gunung Ijen, lebih dingin lagi dari Bromo, gw sampe gak mau turun mobil, gak mau ikut treking, cemen lah pokoknya. Sambil menunggu guide kami nongkrong lagi di warung favorit kala itu, warung indomie. Mencari yang hangat-hangat dari makanan atau minuman karena saat itu gak ada makhkuk hidup yang bisa menghangatkan. hehe. Tidak lama sang guide muncul dan memeriksa sepatu kami yang semuanya tidak ada yang memenuhi syarat, Putri pakai sepatu lari, Harris dan gw menggunakan sepatu buat jalan-jalan biasa. Bukannya tidak tahu harus pakai sepatu/sandal gunung, tetapi memang kami tidak punya dan gak usaha mau beli atau pinjam.
Perjalanan pun dimulai sekitar pukul 01.30, tidak tahu saat itu suhunya berapa derajat celcius tetapi terkadang suhu di sana bisa mencapai -1 atau -2. Waktu perjalanan kami dimulai cukup tepat, dengan rencana trekking paling cepat 2 jam dan paling lama 4 jam. Gunung Ijen ini merupakan sebuah gunung berapi aktif yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso. Kami memulai perjalanan dari pos Paltuding yang juga merupakan pos PHPA (Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam). Gunung Ijen memiliki ketinggian 2.443 mdpl dan bertetanggaan dengan Gunung Merapi. Sepanjang pendakian karena hari masih gelap kami tidak bisa melihat pemandangan apapun, yang terlihat hanya terang bulan dan bintang bertaburan. Saat perjalanan turun barulah terlihat keindahan alam dari gunung-gunung sekitar dan puncak Raung yang sedang erupsi.
Sepanjang pendakian gw gak bisa mengatur napas, sebagai pemula dan jarang olahraga ini terasa cukup berat. Dari Paltuding berjalan kaki dengan jarak sekitar 3 km, lintasan untuk 1.5 km pertama jalurnya cukup menanjak dengan kemiringan 25-35 derajat. Ditambah dengan struktur tanah yang berpasir sehingga mengakibatkan langkah kaki yang semakin berat karena harus menahan beban dari berat badan supaya tidak terjatuh. Saat itu cuaca juga gerimis kecil dan mengakibatkan suhu yang semakin dingin, untungnya gerimis ini tidak berlangsung terlalu lama.
Kami melakukan perjalanan dengan santai, tidak perlu terburu-buru karena gunung dan kawah-nya tidak akan kemana-mana. Bila kita memulai perjalanan dengan waktu yang tepat semuanya bisa berjalan sesuai rencana. Saat memulai pendakian ada kejadian yang cukup bikin merinding, yaitu terlihat tim SAR membopong korban pendakian yang kelelahan dan pingsan, saat itu guide menjelaskan jika kita turun dengan dibopong seperti itu boleh saja tetapi biaya nya mahal sekali.
Pas sekali sebelum matahari terbit kami sudah sampai di puncak gunung, dan sudah bisa melihat blue fire dari kejauhan. Saat itu nyala api nya terlihat cukup besar. Fenomena alam blue fire ini hanya bisa terlihat di lokasi yang memiliki cuaca yang sangat dingin dan terdapat kawah yang bersifat asam di sekelilingnya. Disebut sebagai Kawah Ijen yang memiliki dinding kaldera setinggi 300-500 m, luasnya mencapai 5.466 hektar dan ukuran kawahnya sekitar 20 km dengan kedalaman 300 m dari bawah dinding kaldera. Tetapi jangan mencoba-coba bermain mendekati kawah, karena jika kita tercebur ke dalam kawah tersebut bukan hanya pakaian yang akan meleleh tetapi juga pengguna pakaian tersebut bisa matang seketika.
Kawah ini merupakan kawah gunung yang digunakan untuk tempat penambangan belerang terbesar di Indonesia. Pengolahannya juga masih menggunakan cara yang sangat tradisional, begitu juga dengan proses distribusi-nya diangkut dengan tenaga manusia. Kawah Ijen memiliki sublimat belerang yang tidak akan pernah habis, karena ini merupakan proses alami yang keluar dengan sendirinya secara terus menerus. Sublimat belerang ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan industri kimia. Penambang juga menjual belerang yang sudah diolah menjadi prakarya yang cantik, dilelehkan dan dicetak ke berbagai macam bentuk misalnya bentuk hewan kelinci, kucing, kura-kura dan sebagainya, bagus untuk pajangan di rumah dan kenang-kenangan. Menurut saya ini dijual dengan harga murah sekali, tidak sebanding dengan tenaga yang mereka keluarkan untuk mengangkut dari kawah dan proses pembuatannya. Tega kalau ada yang gak beli atau masih aja tawar menawar harga.
Untuk ke kawasan kawah dan melihat blue fire dari dekat kami harus melalui jalur menurun yang sangat terjal. Sebenarnya ada peraturan tertulis agar turis tidak turun ke kawah dan dengan alibi taat peraturan gw memutuskan untuk tidak turun. Hanya Harris dan Putri yang turun, dipikir-pikir untung gw gak turun karena kasian juga guide nya kalau harus mengurus dua orang nenek-nenek di perjalanan yang cukup memakan resiko itu. Gw menunggu di atas sendirian bersama orang-orang asing, menghangatkan diri dekat api unggun, sambil terkantuk-kantuk tetapi tidak boleh tidur. Tidak sabar menantikan kedatangan sang Matahari yang diharapkan bisa menghangatkan suasana. Saat matahari terbit pemandangan terlihat indah sekali dari atas, langit yang berwarna jingga dan lama kelamaan menjadi biru cerah, hamparan gunung, pepohonan dan bukit-bukit memanjakan mata kami.
Sudah cukup terang tetapi rombongan saya belum kembali, lumayan tidak sabar waktu itu menunggunya, takut Putri gak kuat nanjak atau alasan lain yang cukup mengkhwatirkan. Akhirnya saya berhasil melihat mereka yang jalan sambil tergopoh-gopoh, terutama Putri yang wajahnya udah hampir seperti orang mau pingsan. Setelah foto bersama di atas puncak kami melanjutkan perjalan turun ke pos paltidung. Perjalanan pulang lebih menyenangkan karena banyak pemandangan indah juga ada banyak bunga termasuk edelweis. Ternyata sepanjang perjalanan pendakian tadi kami dikelilingi oleh jurang, yang kalau jatuh kemungkinan selamat-nya kecil sekali. Untung kami memiliki guide yang profesional juga sabar.
Sekitar pukul 09.00 kami sampai Pos Paltidung dan langsung menuju mobil, membuka celana panjang lapisan pertama yang sangat kotor, membuka jaket, bersih-bersih menggunakan tisu basah dan sarapan. Lalu ngobrol sebentar dengan guide dan mengucapkan perpisahan dan berterimakasih untuk kebaikan dan kesabarannya selama beberapa jam terakhir. Perjalanan pulang di mobil kami gunakan untuk beristirahat, mobil travel hanya bisa mengantar sampai Malang tetapi malam itu juga kami sudah harus sampai Surabaya. Segala bujuk rayuan sudah kami keluarkan agar driver mau mengantar sampai Surabaya tapi gagal maning. Akhirnya kami diturunkan di kota sebelum Malang yang saya lupa namanya, dari situ perjalanan ke Surabaya lebih dekat menggunakan bus, kurang lebih satu jam sudah sampai di Surabaya.
Di Surabaya kami menginap semalam di Pop Hotel Stasiun Kota yang sudah kami booking saat masih di Jakarta. Sekamar bertiga lagi dan Harris masih setia untuk tidur di sofa kali ini. Saat kami tiba hari sudah malam, dari turun bus kami menyambung dengan taxi ke hotel, lalu check-in menaruh barang dan langsung keluar mencari makan malam. Cukup sulit saat itu mencari makan malam, kami tidak menemukan restoran atau warteg, hanya ada cafe yang tidak bisa kompromi dengan isi dompet kami kala itu. Akhirnya kami melihat ada abang nasi goreng di gerobakan dan langsung tancap gas memesan tiga porsi. Kami memikirkan bagaimana saat itu mau membeli oleh-oleh karena sudah tidak ada toko yang buka, akhirnya diputuskan besok pagi saja sekalian perjalanan menuju ke Bandara Juanda.
Pagi hari-nya, 24 Juli dan juga hari terakhir dari perjalanan kami diawali dengan sarapan di hotel, turun dengan sudah membawa koper-koper yang sudah dipacking dari tadi malam agar tidak perlu terburu-buru pada pagi hari. Sarapannya ya masuk kategori lumayan, tidak terlalu enak dan tidak terlalu buruk, mungkin sesuai dengan bintang hotel tersebut. Lalu kami check-out dan memesan taxi, sayang sekali sebenarnya tidak bisa explore Surabaya karena keterbatasan waktu. Di perjalanan ke bandara kami mampir ke toko oleh-oleh seperti yang sudah direncanakan di malam sebelumnya dan ternyata juga memakan waktu lebih dari satu jam. Akhirnya kami tiba di bandara tepat waktu dan menunggu di boarding room. Di perjalanan pulang kami menaiki pesawat yang sama dan sampai di Cengkareng tepat waktu dan berpisah pulang ke arah tujuan masing-masing.
Terima kasih kawan untuk petualangan dan perjalanan yang menyenangkan ini.
Jadi,, kapan kita jalan-jalan lagi?
0 comments :
Post a Comment