Dalam beberapa tahun belakang ini, perayaan Idul Fitri di Indonesia, selalu ditandakan oleh perbedaan hari, ada yang lebih cepat, lebih lambat dan bahkan ada yang melampaui batas kewajaran.
Sungguh semboyan dari bhineka tunggal ika dapat terlihat eksistensinya di sini.
Semuanya memang didasarkan oleh keyakinan masing-masing, tidak ada paksaan, karena sesuai dengan pasal 29 ayat 2 UUD '45 diberikan jaminan untuk kebebasan memilih agama dan beribadat sesuai kepercayaan masing-masing.
Namun miris sekali ya rasanya kalau untuk merayakan lebaran saja harinya beda-beda.
Kok kayanya negara ini jadi sangat tidak kompak, efeknya juga saya rasakan dalam merayakan bersama keluarga besar. Euforianya tidak terlalu dirasakan.
Sebenarnya apa sih penyebab lebaran bisa berbeda-beda begitu?
Apa memang karena pemerintahan kita belum bisa melihat hilal? jadinya belum bisa dibilang bulan Syawal itu sudah dekat?
Tapi kenapa pemerintahan di Arab Saudi sudah bisa melihatnya, padahal jarak waktu negara kita dengan mereka hanya jeda 4 jam.
Saya sendiri cenderung mengikuti pemerintahan Arab Saudi yang juga sesuai dengan keputusan Muhammadiyah, bukannya saya ingin menjadi warga negara yang tidak taat. Tetapi rasanya keputusan ini lebih mengena di hati saya. Buran karena Arab Saudi negara Islam, tetapi tampaknya memang karena dari dulu saya sudah terbiasa mengikuti dan lebih memercayainya. Karena percuma saja bila kita mengambil suatu pilihan tetapi tidak ada keyakinan di antaranya.
Tidak apalah berbeda-beda yang penting makna lebaran itu tetap sama di hati kita masing-masing.
0 comments :
Post a Comment