Seseorang sering sekali berkata pada saya bahwa hidup itu adalah pilihan. Setiap saat ia selalu mengatakannya, sampai-sampai saya bosan mendengarnya, karena terkadang atau bisa dibilang sering kali, saya tidak menjadi pilihannya. Haha, ya tentu saja saya tidak bisa terus-terusan menjadi pilihan bagi seseorang. Hidup itu adil, sudah ada bagiannya masing-masing untuk setiap orang.
Pilihan hidup itu banyak macamnya. Memilih untuk ke jalan yang benar atau salah, memilih untuk menjadi seseorang atau hanya bayangan dari seseorang, memilih untuk mendapatkan surga atau neraka, dan juga memilih untuk menjalani hidup atau bertemu kematian.
Memilih berarti menentukan jalan hidup, sekecil apapun pilihan kita tetap saja itu merupakan jejak-jejak bersejarah dari kehidupan. Pilihan kita saat ini adalah bayangan dari masa depan kita.
Kadang kala mudah sekali bagi saya untuk memilih, tanpa berpikir panjang dan kemudian menyesal di akhir. Memilih tidaklah mudah bagi semua orang, menentukan pilihan itu seharusnya dilakukan dengan pikiran panjang, agar menghasilkan sesuatu yang baik juga dan tidak perlu ada rasa penyesalan. Menyesal itu tidaklah indah, karena selalu dirasakan di akhir dan susah sekali untuk mengembalikannnya. Ingat waktu tidak bisa diputar!
Saya sering kali dihadapi oleh pilihan-pilihan yang sulit, terakhir kali adalah pilihan untuk menentukan pekerjaan. Saat itu saya adalah seorang fresh graduate yang sedang mendalami ilmu jurnalistik selama empat tahun di bangku kuliah, selama itu juga saya merasakan bagaimana tidak enaknya menjadi pekerja lapangan. Namun tantangannya itu yang tidak bisa saya jauhkan, saya suka tantangan, saya suka alam bebas, tetapi saya memiliki sebuah penyakit yang saya sebut penyakit mental.
Menjadi jurnalis berarti berani. Mau menjadi jurnalis dari media yang paling bobrok sekalipun sampai yang katanya paling intelek, keberanian adalah kunci utamanya. Kadang kala keberanian saya ini suka menciut layaknya balon yang meletus, drastis.
Pada hari itu, setelah berbulan-bulan mencari pekerjaan, akhirnya saya diterima di sebuah media besar (gedungnya) di Indonesia. Bukannya perasaan senang yang datang, tetapi takut. Takut untuk mencoba, takut untuk menerima resiko dan takut tidak bisa melawan rasa malas. Ketakutan adalah penghambat nomor satu.
Seharusnya itu menjadi peluang emas untuk mencoba dan maju. Namun pikiran saya saat itu dipenuhi berbagai bisikan, bisikan dari si malaikat dan si setan. Si malaikat berkata, "ambil saja tawaran ini, bukannya ini yang kamu cari-cari sejak dulu?". Namun si setan berkata lain, "ah pasti kamu tidak bisa deh, memangnya kamu mau kerja tanpa libur, hunting berita kemana-mana, panas-panasan,".
Haha.. padahal hanya hal kecil saja yang ditakuti, saya yakin bisa menjadi seorang kuli tinta. Karena pada dasarnya semua hal itu sama, mempelajari sebuah proses, dengan pembelajaran setiap orang pasti bisa melakukan apapun.
Akhirnya pilihan pun dibuat, pilihan yang tidak terlalu cerdas menurut saya, sebuah penolakan. Penolakan yang penuh keraguan, hati yang setengah-setengah, sangat tidak penuh keyakinan. Tapi apa mau dikata, keputusan telah dibuat dan diucapkan, sudah terlambat untuk berubah pikiran.
Namun rasa takut itu masih terus saja menghantui sampai saya membuat keputusan. Entah disebut apa tepatnya. Namun saya rasa ketakutan saat ini dikarenakan saya takut telah salah menentuknan. Yang pasti keputusan sudah dibuat dan itu adalah pilihan saya. Dan saya pun pulang dengan tangan kosong, bersiap-siap menjalani rutinitas seperti biasa yang membosankan.
Penolakan ini membuat beberapa orang tidak mempercayai kenapa saya membuat pilihan yang bodoh. Namun saya tidak merasa bodoh atas pilihan ini, karena saya yakin bahwa pilihan saya ini akan menghasilkan sesutu yang jauh lebih baik lagi. Tepatnya itulah yang saya harapkan.
Pilihan dibuat didasari oleh keyakinan (seharusnya). Tapi keyakinan itu tidak dirasakan sampai saat ini. Saya berandai-andai apa yang akan terjadi jika menerima tawaran itu. Yang pasti jawabannya tidak akan pernah diketahui.
Satu hal lagi yang pasti walaupun saya tidak yakin akan pilihan ini, tetapi saya tidak pernah menyesalinya. Sesuai dengan kata-kata orang bijak "semua akan indah pada waktunya."
HIDUP ITU PILIHAN
-----Setahun Kemudian-----
Seperti yang telah Saya katakan bahwa semua itu ada prosesnya, nampaknya proses itu saya dapatkan melalui complaint yang saya terima dari para customer. Terimakasih.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletedor
ReplyDeletetakut panas2an
hahaiks
saya takut mata hari
ReplyDeletewkwkwk
Setuju dengan kalimat yg terakhir. Jangan menyesali pilihan yang telah kita buat. Kalaupun pilihan itu salah (mungkin), tetap yakin kalau yg diAtas kan membenarkannya. Hidup adalah pilihan
ReplyDeletebetul! :D
ReplyDelete